Moskow, 20 Maret 2012
Malam hari di awal bulan April, hari baru, kasus baru, omong kosong yang sama. Sedikit keberuntungan tidak seharusnya membuat Karpov sombong. Sedikit keberuntungan yang bisa membuatnya sedikit melacak keberadaan Polnareff. Tapi sekali lagi penjahat itu lebih licik darinya.
Hal lain yang menyebalkan adalah langit seperti hendak mengejeknya dengan hujan deras ini. Informan yang seharusnya datang tidak datang juga, ini sudah jam 12 malam. Kemana saja dia? Semua menjadi semakin jelas ketika Karpov mendapat pager dari temannya yang ada di kepolisian bahwa mereka menemukan informan Karpov berenang di teluk, hobi aneh. Dia yakin Polnareff sudah berhasil mengajak Informannya untuk menyelam..
Dia meraba ke kantong-kantong mantelnya yang basah kuyup, di keluarkan sekotak rokok yang basah kuyup. Dia mengumpat. Tidak adakah yang bisa lebih buruk dari ini. Di sebuah gang kecil di ujung kota, basah, dan tidak mendapat tempat berteduh kecuali pinggiran toko tutup yang melindunginya dari air hujan sama seperti berdiri di bawah shower.
Karpov lihat toko di sebelahnya menyala terang berwarna kuning. Seharusnya dia tak perlu berfikir dua kali untuk masuk ke sana. Namun dia sempat melihat papan nama dari neon yang berpijar terang berwarna merah. “Ecnahc Dnoces.” Nama yang aneh untuk sebuah toko, tapi terserahlah, Pikirnya. Dia akan masuk ke gubuk setan kalau perlu untuk menghindari hujan sialan ini.
Dia merasa ada yang aneh dari tempat ini, namun kakinya seperti bergerak sendiri ke arah sana.
Ketika Dia masuk dia melihat seorang perempuan manis, pakaiannya jelas-jelas berlebihan untuk seorang gadis muda. Jelas dia bukan wanita baik-baik, namun juga terlalu cantik untuk jadi seorang pelacur. Dan dia mengenakan pakaian Bunny girl berwarna hitam. Mungkin ini gaya pemasaran baru.
“Selamat malam” katanya “Selamat datang.”
“Kau punya Rokok!”
“Rokok?”
“Jadi kau tidak punya rokok?”
“Tuan, di sini bukan tempat spele...” Perempuan itu tersenyum menyeramkan.
Suara tepuk tangan terdengar dari seberang ruangan.
Clap*Clap
“Sopan sedikit pada tamu kita Visha, tentu saja kami punya rokok. Lagian, apa-apaan pakaian itu?”
Karpov menghela nafas lega, “Terimakasih, apa kau pemilik toko ini?”
“Ini bukan toko...”
“Bukan? Jadi kau pemilik tempat ini?”
“Sayang sekali bukan. Namaku Xeon dan aku hanya menjalankannya. Pemiliknya bukan aku. Setidaknya lepaskanlah topi itu Detektif Karpov, anda bisa masuk angin kalau tetap basah seperti itu.”
Karpov tidak tahu dari mana dia mengetahui namanya, namun anehnya dia tidak begitu penasaran. Pria bernama Xeon ini memakai pakaian jas hitam. Rambutnya disisir kelimis. Matanya dingin seperti membekukan. Dia bertubuh tinggi, namun wajahnya nampak muda. Entah berapa umurnya.
Pria itu membawa Karpov ke ruang di sebelahnya. Entah dari mana muncul sebuah pintu. Di dalamnya ada meja panjang, dia berdiri di balik meja itu. Di belakangnya ada rak berbagai macam benda aneh. Tengkorak dan buku-buku berdebu serta bejana-bejana.
“Jadi, tempat macam apa ini?”
“Bagus anda bertanya, kami di sini melakukan berbagai penukaran. Perhiasan, barang antik, hati, impian. Mata? ” kata pria bernama Xeon itu, entah kenapa suaranya yang dalam membuat Karpov mempercayainya. Perasaan aneh yang dirasakannya di awal masuk tempat ini semakin lama semakin kuat.
“Tempat yang aneh.”
“Ada yang berkata bahwa tempat ini dijalankan oleh Iblis, bagaimana menurut anda?”
“Tidak heran.”
“Anda tidak merasa takut?”
“Iblis, kurasa aku cukup mengenalnya. Mereka berjalan seperti manusia.”
Pria bernama Xeon menatap wajah Karpov. Selama bercakap-cakap Karpov melihat dia tidak merubah wajah ataupun cara berbicaranya.
“Pria yang unik, anda pasti juga punya permintaan unik.”
“Aku hanya ingin membeli rokok?”
“Selain rokok tentu saja. Apa anda tentu punya keinginan lain. Misalnya ketenaran, harta, atau... anda punya orang yang anda sayangi, anda tentu ingin membuatnya hidup...”
“Tidak berminat mengganggu orang yang sudah mati.”
“Jadi sekarang katakan apa permintaanmu, setiap orang punya permintaan.”
Karpov menghela nafas panjang, rasanya percuma menyembunyikan apapun dari orang ini. Detektif itu mengeluarkan sebuah foto dan meletakkannya di atas meja.
“Dia Mikhaila Romanoff, hilang dari rumahnya sehari yang lalu.”
“Bukan dia yang kau cari.”
“Maksudmu?”
“Kau tahu apa maksudku. Tapi baiklah, aku akan memberikan apa yang kau mau. Tapi ada bayarannya.”
“Sepuluh dolar,”
“Maaf. Harga itu masih kurang. Kau ingin memperpanjang nyawa gadis itu. Itu tidak murah.”
“Sepuluh dolar lima sen. Itu semua yang kupunya. Kau lihat aku pria miskin. Apa kau mau menukar dengan nyawaku. ”
“Nyawa? Aku tertarik dengan hal lain. Bagaimana dengan Liontin ini.”
Dia mencoba meraih liontin yang tergantung di leher Karpov..
“Maaf, aku tidak berniat menukarkannya. Ini hanya liontin tua.”
“Sebenarnya akan lebih mudah jika kau mau menukarnya. Benda ini nilainya lumayan setara dengan informasi yang kuberikan. Liontin ini penuh dengan goresan dan coretan. Kau benar ini hanya liontin tua, untuk apa mempertahankannya... Tapi aku tidak akan memaksa.”
Karpov menghela nafas panjang. Sebelum akhirnya berbicara...
"Tidak, aku masih punya sesuatu yang lebih menarik!"
–
Di luar masih hujan.
Segera sang Detektif melajukan mobil ke tempat persembunyian Polnareff. Menyelinap di gubuk tua persembunyiannya. Penjahat itu tidak sadar, ketika Karpov melewati pagar dan menyelinap ke pintu depan. Karpov segera mendobraknya. Begitu melihat Karpov, penjahat itu lari ke belakang. Langkah Karpov sempat terhenti untuk melepaskan gadis yang diikat oleh bajingan itu. Gadis itu baik-baik saja untung saja.
Karpov mengejarnya, sampai ke halaman. Beberapa tembakan membuat suasana daerah pinggiran itu ramai. Suara pistol terdengar seperti guntur yang teredam hujan. Dia terjatuh di jalan, tangannya memegang lututnya yang berdarah.
“Dari mana kau tahu tempat persembunyianku.”
“Seseorang memberitahuku. Dengan bayaran yang amat mahal.”
“Ka.. kau ingin membunuhku.”
Karpov menggerakkan jemarinya, namun tertahan di pelatuk.
“Ada apa?”
Karpov masih diam
“Ada apa? Kau tak ingin membunuhku. Kenapa kau jadi pengecut Detektif. Apa kau sudah lupa dengan apa yang kulakukan pada asistenmu Claudia.”
Masih membeku.
“Ini yang telah lama kau tunggu, mau apa lagi?”
“Biar polisi yang menangani semua ini Polnareff.”
Sang detektif menghembuskan napas panjang. Kini dia tidak bisa membunuhnya. Dia telah menukar hal paling berharga yang terus membuatnya hidup selama ini. Hal yang telah mengisi kekosongan dalam hidupnya. Hal itu adalah rasa Dendam.
Di belakang gadis yang telah dilepaskan ikatannya muncul. Dia kaget.
“Persetan Detektif,” Polnareff mengeluarkan pistol cadangannya.
Karpov masih tidak bisa menembak Polnareff. Tiba-tiba di saat-saat terakhir sebuah mobil bergerak cepat melindas penjahat itu. Menyeretnya beberapa meter dan mengoyak tubuhnya dalam hujan. Pengendaranya keluar dan segera berteriak nyaris pingsan. Jalanan berubah jadi merah, segera dihapus oleh hujan.
Tidak ada rasa puas, tidak ada rasa benci.
Yang ada hanya hampa.
_
Polisi berdatangan dari berbagai penjuru. Semuanya mengerubungi TKP, menenangkan pengemudi dan gadis yang diculik. Sekarang hujan mulai mereda. Semua sudah terjadi, Polnareff telah mati, Karpov tidak bisa membunuhnya. Setidaknya kejahatannya sudah sedikit terbayar. Perlahan rasa kosong itu terasa lebih kuat. Rasa kosong yang sebenarnya telah lama dia kenal. Mungkin lebih baik demikian.
Dia mengambil rokok yang di dapat dari Ecnahc Dnoces. Dia meraba jasnya mencari korek api, dia tidak menemukannya. Yang ada hanyalah kartu dari Ecnahc Dnoces.
“Untuk rokoknya bayarannya adalah korek apimu. – Datang lagi ya.”
“Dasar Sialan! Untuk apa rokok tanpa Korek.”
ARC BERAKHIR
duh keceh Mas... kenapa nggak dibukuin cerita2nya?
ReplyDeleteBelum berfikir sampai sana mas. Soalnya menulis cuma hobi semata.
Deleterokok tanpa korek ya tanpa asap hehe
ReplyDeletePerumpaannya seperti aku dan kamu :)
DeleteMeski nyawa telah lenyap, kepuasan tidak juga didapat, malah kehampaan yang dirasa ah atau kejahatannya sdh tak terbayar walau nyawanya telah terbuang
ReplyDelete