Cerita Bersambung

Baca Cerita Bersambung terbaru yang seru dan menarik disini! - ethereal-horizon.blogspot.com.

Cerita Pendek

Baca Cerita Pendek terbaru yang seru dan asyik disini! - ethereal-horizon.blogspot.com.

Science Fiction

Baca kisah bergenre Fiksi Ilmiah disini! - ethereal-horizon.blogspot.com.com.

Supranatural

Jelajahi hal-hal yang berbau mistis! - ethereal-horizon.blogspot.com.com.

Light Novels

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, May 26, 2017

Kolak Pisang Spesial

 

 

Bahan:

10 buah pisang raja / pisang kepok (kupas dan potong serong)
2 buah nangka
350 gr ubi kuning
150 ml Santan kelapa
1 liter air putih
6 sdm gula pasir
6 sdm gula merah
2 lembar daun pandan
Fanili 1/4 sendok teh
Santan siap saji
Garam secukupnya (agar rasanya gurih)

Cara Membuat:

  1. Rebus air bersama dengan ubi kuning, sampai ubi lunak.
  2. Masukan santan, gula pasir, gula merah, garam, vanili, dan daun pandan. Gunakan api kecil dan aduk perlahan.
  3. Masukan potongan pisang, tunggu sebentar
  4. Kolak pisang siap disajikan.
Sajikan hangat. Menu kolak pisang diatas pastinya sangat cocok untuk menu berbuka Bunda dan keluarga, buah pisangnya yang nikmat serta ubi kuningnya yg lunak dan santannya yg gurih pastinya akan membuat Bunda dan keluarga ketagihan dirumah.

Selamat menunaikan ibadah puasa, Salam! :D

Tumis Brokoli dan Telur Asin

 

 

Bahan:

  • 250 gr brokoli, potong per kuntum
  • 1 sdt air jeruk nipis
  • ½ sdt minyak wijen
  • Garam secukupnya
  • ¼ sdt bubuk merica
  • 100 gr tepung meizena
  • ¼ sdt bubuk cabai
  • Minyak untuk menggoreng
  • 1 sdm margarin
  • 2 siung bawang putih, cincang halus
  • ½ buah bawang bombay, iris
  • 2 buah cabai merah besar, buang bijinya, cincang halus
  • 1 sdm saus tiram
  • ½ sdt gula pasir
  • 2 butir telur asin matang, haluskan

Cara Membuat:

  1. Lumuri brokoli dengan air jeruk nipis, minyak wijen, garam dan merica bubuk
  2. Campurkan tepung maizena, garam dan bubuk cabai. Gulingkan brokoli satu persatu hingga berbalut rata. Goreng dengan minyak panas hingga kecokelatan, angkat. Sisihkan.
  3. Panaskan margarin, tumis bawang putih dan cabai merah, saus tiram, gula pasir, telur asin dan brokoli goreng, aduk rata. Masak sebentar, angkat.
Sangat mudah bukan membuatnya, yang pasti kandungan seporsi Tumis Brokoli Telur Asin sangat baik untuk anda. Selamat memasak :)

Smile For Me (Episode 1)



Smile For Me

Manusia memiliki mimpi.
Ada yang mengejar dan mewujudkannya,
ada yang mundur dan membuangnya,
ada pula yang diam dan hanya menyimpannya selama sisa hidupnya.
Jika itu Luna Prisha, mungkin dia adalah tipe yang terakhir.

First

Hari ini memiliki cuaca yang cerah dengan mentari yang menyebarkan kehangatan melalui udara, pohon-pohon sedikit bergerak karena tertiup angin pagi, menambah sejuk udara yang dihirup setiap orang. Walau sebenarnya, udara di Ibukota ini sudah tercemar oleh polusi.
Kondisi jalan sudah ramai dengan kendaraan dan pejalan kaki. Kau bisa melihat segerombolan anak-anak SD pergi ke sekolah bersama-sama, juga banyak orang-orang berpakaian rapi terduduk di bangku sebuah Halte dengan wajah tidak sabar.
Pukul 06.50 di depan sebuah sekolah, seorang gadis berseragam abu-abu terlihat  turun dari sebuah mobil sport. Dia berbicara sebentar kepada pengemudi mobil itu, wajahnya tampak seperti sedang merajuk. Beberapa saat kemudian mobil itu pergi, gadis itu berjalan santai memasuki gerbang sekolah. Nama ‘SMA Harapan Negeri’ terukir di atas sana. Dia mendatangi Pos Security dan berbicara dengan salah seorang petugas yang sedang berjaga saat itu. Rupanya dia ingin diantar ke ruang guru karena ia tidak tahu letaknya. Hal itu mengungkapkan bahwa dia bukanlah salah satu murid dari sekolah ini. Mungkin saja dia murid pindahan atau semacamnya.
Sambil merapikan rambutnya yang diikat “Twintail” ia berjalan mengikuti petugas Secutity, wajahnya ia tundukkan ke bawah sambil sesekali memandang ke arah depan, bibirnya ia kerutkan secara gugup, tangannya menggenggam tali tas berwarna hitam yang ia gantungkan di bahu sebelah kiri. Ia memeriksa seragamnya untuk memastikan kalau penampilannya sudah benar-benar rapih.
Ahh, padahal hanya menuju ke ruang guru, tapi aku sudah gugup sampai seperti ini. Mungkin itulah yang dipikirkannya saat itu.



Keadaan di luar gedung sekolah sudah mulai sepi, sepertinya jam pelajaran baru saja dimulai. Gadis itu kini berada di depan sebuah kelas bersama dengan seorang wanita berpakaian rapi dan berkacamata, tertera angka 12-3 di pintunya, mungkin ini menjadi kelas yang akan ia tempati di sekolah ini.  Suara gaduh yang terdengar dari luar kelas mendadak berhenti ketika sosok wanita berkacamata itu memasuki ruangan. Ia meletakan beberapa buku diatas meja, kemudian menatap seisi kelas dengan wajah serius. Dilihat dari penampilannya, kau bisa tahu kalau dia adalah guru sekaligus wali kelas kami. Namanya adalah Bu Anggun.
Sambil membetulkan kacamatanya Bu Anggun mulai berbicara, “Anak-anak sekalian, hari ini kita kedatangan murid baru, dia mulai mengikuti pelajaran di kelas kita hari ini juga.”
“Murid barunya Pria atau Wanita, Bu?” celetuk salah seorang murid laki-laki, sontak seisi kelas menyorakinya sehingga suasana kembali ramai.
“Harap tenang anak-anak sekalian, kalian akan punya kesempatan untuk berkenalan dengannya nanti.”
Kemudian Bu Anggun mempersilahkan gadis itu untuk masuk ke dalam kelas. Dia berjalan masuk ke dalam kelas diikuti dengan pandangan semua penghuni kelas yang penasaran. Betapa terlihat tegang dan gugup dia ketika berdiri di depan papan tulis saat itu. Dia berdiri dengan tangan saling menggenggam rapi ketika cahaya matahari menyinari wajahnya yang kemerahan melalui jendela kelas. Rambut hitam sebahu yang ia ikat 'Twintail' tampak mengkilap, kulit putihnya tampak terang meski dibalut dengan seragam SMA-nya. Wajahnya yang blasteran Asia-Australia terlihat imut membuat seisi kelas terdiam, seolah melihat sosok malaikat di hadapan mereka. 
“Tolong perkenalkan namamu dan asal sekolah kamu,” perintah Bu Anggun dengan nada tegas.
Matanya yang tidak berkedip terbuka lebar dan melihat ke satu titik di depannya. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, lalu mulai berbicara, “Hallo teman-teman, perkenalkan nama ku Luna Prisha, nama panggilan ku “Una”, saya murid pindahan dari Australia.”
“Hallo juga Una, boleh aku minta Nomor mu?” lagi-lagi salah seorang murid laki-laki menyeletuk, sehingga seisi kelas menyorakinya, namun kali ini suara para siswi lah yang terdengar paling jelas. Bu Anggun hanya menggelengkan kepala melihat tingkah murid-muridnya. Sementara Luna memaksakan senyum sebagai cara untuk menahan rasa malunya.
“Silahkan kamu duduk di kursi yang kosong itu,” perintah Bu guru.
“Baik, Bu.” Luna menjawab, lalu berjalan menuju kursi yang ditunjuk Bu guru. Ia duduk di barisan kedua dari meja guru, di kursi urutan kedua dari belakang yang berjarak satu baris dari jendela. Di sampingnya sudah ada seorang gadis. Luna sangat lega karena mendapatkan teman duduk yang sejenis.  
 “Hai Una,” gadis itu menyapa, “Namaku Dina, salam kenal ya.”
Mereka berjabat tangan disambut dengan senyuman hangat dari keduanya.
“Kamu beneran dari Australia?” Dina bertanya padaku.
“Iya, aku bersekolah disana dari SD sampai SMP. Karena suatu alasan, aku pindah ke Jakarta pada tahun ketiga SMA, dan bersekolah disini.” Luna menjelaskan.
“Oh, kenapa kamu memilih sekolah ini?” Dina bertanya lagi
“Tidak ada alasan khusus. Hanya saja, sekolah ini letaknya yang paling dekat dengan rumah ku.” Luna menjawab.
“Oh, begitu. Luna, semoga nanti kita bisa akrab ya,” Dina tersenyum tipis, “Ups,  lebih baik sekarang kita perhatikan Bu guru yang mulai mengajar, atau kita akan kena masalah.”

Pelajaran pertama pun dimulai, semua murid di kelas bersikap serius sambil memperhatikan Bu Anggun yang sedang menerangkan materi. Namun belum lima menit berlalu, terdengar suara seseorang mengetuk pintu kelas. Bu Anggun serta semua murid di kelas menoleh ke arah pintu, di sana tampak seorang siswa yang sepertinya datang terlambat, wajahnya terlihat muram seperti orang depresi dan kelopak matanya sedikit menghitam seperti orang yang kurang tidur. Dia berjalan menghadap Bu Anggun dan meminta maaf atas keterlambatannya. Bu Anggun pun memaafkannya dan mempersilahkannya duduk, lalu kembali menerangkan materi pelajaran. Ia berjalan menuju kursi paling belakang didekat jendela kelas, yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat Luna.
Luna memperhatikan murid yang terlambat itu dengan sedikit rasa tertarik, mata mereka tiba-tiba bertemu, membuat Luna terkejut sekaligus merinding. Memang sorot mata yang tajam dan menakutkan, namun terlihat kosong.
Huuwaa.... menyeramkan sekali orang itu. Luna berbicara di dalam hati.  Kemudian Luna berbisik kepada Dina, “Erm, Dina. Siapa siswa yang tadi datang terlambat?” tanya Luna.
“Ah dia ya, dia itu... Namanya Rio,” Dina menjawab.
“Rio ya... Sebenarnya apa yang terjadi dengannya? Kenapa wajahnya seperti orang depresi begitu?” Luna kembali bertanya.
Dina tidak langsung menjawab, “Yah, dia sudah seperti itu akhir-akhir ini. Padahal sebelumnya dia itu merupakan orang yang ceria, pandai dalam pelajaran dan juga olahraga. Namun semuanya berubah sekitar dua bulan yang lalu. Keluarganya mengalami kecelakaan fatal saat liburan akhir semester,” Dina berhenti sejenak untuk menarik nafas, “Peristiwa itu telah menyebabkan Ibunya meninggal dunia. Kemudian Rio berubah menjadi seperti sekarang ini.”
“Jadi begitu ya,” Luna mengangguk paham dan kembali bertanya, “Hm, Dina. Apa sebelumnya kamu akrab dengannya?”
“Entahlah, sebenarnya aku tinggal di sebelah rumahnya.” Dina berbisik pelan.
Luna menjadi sedikit tertarik setelah mendengar cerita Dina, gadis itu memainkan rambutnya sambil memikirkan sesuatu.

Bel tanda Istirahat pun berbunyi. Tanpa disadari, Dina sudah menghilang dari tempat duduknya. Ehhhh... sejak kapan dia menghilang? Luna berbicara dalam pikirannya. Beberapa saat kemudian, tempat duduk Luna sudah ramai dikerumuni seluruh murid di kelasnya.  Yah, beginilah nasib murid baru di hari pertama mereka bersekolah. Mereka yang mengerumuni gadis itu menanyakan berbagai macam hal mengenai dirinya atau mengenai tempat dia tinggal dulu. Sungguh melelahkan menjawab pertanyaan mereka satu persatu. Parahnya, hal itu berlangsung selama jam istirahat, Lala membuat Luna tidak sempat memakan bekal makan siangnya.
Jadi, itulah mengapa Dina menghilang tepat setelah bel istirahat berbunyi. Ia tahu kejadiannya akan seperti ini, dan dia memilih untuk melarikan diri.
Jahat sekali, benar-benar tidak bertanggung jawab!


Bersambung...

Sunday, April 2, 2017

Ecnahc Dnoces: Dendam



Moskow, 20 Maret 2012

Malam hari di awal bulan April, hari baru, kasus baru, omong kosong yang sama. Sedikit keberuntungan tidak seharusnya membuat Karpov sombong. Sedikit keberuntungan yang bisa membuatnya sedikit melacak keberadaan Polnareff. Tapi sekali lagi penjahat itu lebih licik darinya.

Hal lain yang menyebalkan adalah langit seperti hendak mengejeknya dengan hujan deras ini. Informan yang seharusnya datang tidak datang juga, ini sudah jam 12 malam. Kemana saja dia? Semua menjadi semakin jelas ketika Karpov mendapat pager dari temannya yang ada di kepolisian bahwa mereka menemukan informan Karpov berenang di teluk, hobi aneh. Dia yakin Polnareff sudah berhasil mengajak Informannya untuk menyelam..

Dia meraba ke kantong-kantong mantelnya yang basah kuyup, di keluarkan sekotak rokok yang basah kuyup. Dia mengumpat. Tidak adakah yang bisa lebih buruk dari ini. Di sebuah gang kecil di ujung kota, basah, dan tidak mendapat tempat berteduh kecuali pinggiran toko tutup yang melindunginya dari air hujan sama seperti berdiri di bawah shower.

Karpov lihat toko di sebelahnya menyala terang berwarna kuning. Seharusnya dia tak perlu berfikir dua kali untuk masuk ke sana. Namun dia sempat melihat papan nama dari neon yang berpijar terang berwarna merah. “Ecnahc Dnoces.” Nama yang aneh untuk sebuah toko, tapi terserahlah, Pikirnya. Dia akan masuk ke gubuk setan kalau perlu untuk menghindari hujan sialan ini.

Dia merasa ada yang aneh dari tempat ini, namun kakinya seperti bergerak sendiri ke arah sana.

Ketika Dia masuk dia melihat seorang perempuan manis, pakaiannya jelas-jelas berlebihan untuk seorang gadis muda. Jelas dia bukan wanita baik-baik, namun juga terlalu cantik untuk jadi seorang pelacur. Dan dia mengenakan pakaian Bunny girl berwarna hitam. Mungkin ini gaya pemasaran baru.

“Selamat malam” katanya “Selamat datang.”

“Kau punya Rokok!”

“Rokok?”

“Jadi kau tidak punya rokok?”

“Tuan, di sini bukan tempat spele...” Perempuan itu tersenyum menyeramkan.

Suara tepuk tangan terdengar dari seberang ruangan.

Clap*Clap

“Sopan sedikit pada tamu kita Visha, tentu saja kami punya rokok. Lagian, apa-apaan pakaian itu?”

Karpov menghela nafas lega, “Terimakasih, apa kau pemilik toko ini?”

“Ini bukan toko...”

“Bukan? Jadi kau pemilik tempat ini?”

“Sayang sekali bukan. Namaku Xeon dan aku hanya menjalankannya. Pemiliknya bukan aku. Setidaknya lepaskanlah topi itu Detektif Karpov, anda bisa masuk angin kalau tetap basah seperti itu.”

Karpov tidak tahu dari mana dia mengetahui namanya, namun anehnya dia tidak begitu penasaran. Pria bernama Xeon ini memakai pakaian jas hitam. Rambutnya disisir kelimis. Matanya dingin seperti membekukan. Dia bertubuh tinggi, namun wajahnya nampak muda. Entah berapa umurnya.

Pria itu membawa Karpov ke ruang di sebelahnya. Entah dari mana muncul sebuah pintu. Di dalamnya ada meja panjang, dia berdiri di balik meja itu. Di belakangnya ada rak berbagai macam benda aneh. Tengkorak dan buku-buku berdebu serta bejana-bejana.

“Jadi, tempat macam apa ini?”

“Bagus anda bertanya, kami di sini melakukan berbagai penukaran. Perhiasan, barang antik, hati, impian. Mata? ” kata pria bernama Xeon itu, entah kenapa suaranya yang dalam membuat Karpov mempercayainya. Perasaan aneh yang dirasakannya di awal masuk tempat ini semakin lama semakin kuat.

“Tempat yang aneh.”

“Ada yang berkata bahwa tempat ini dijalankan oleh Iblis, bagaimana menurut anda?”

“Tidak heran.”

“Anda tidak merasa takut?”

“Iblis, kurasa aku cukup mengenalnya. Mereka berjalan seperti manusia.”

Pria bernama Xeon menatap wajah Karpov. Selama bercakap-cakap Karpov melihat dia tidak merubah wajah ataupun cara berbicaranya.

“Pria yang unik, anda pasti juga punya permintaan unik.”

“Aku hanya ingin membeli rokok?”

“Selain rokok tentu saja. Apa anda tentu punya keinginan lain. Misalnya ketenaran, harta, atau... anda punya orang yang anda sayangi, anda tentu ingin membuatnya hidup...”

“Tidak berminat mengganggu orang yang sudah mati.”

“Jadi sekarang katakan apa permintaanmu, setiap orang punya permintaan.”

Karpov menghela nafas panjang, rasanya percuma menyembunyikan apapun dari orang ini. Detektif itu mengeluarkan sebuah foto dan meletakkannya di atas meja.

“Dia Mikhaila Romanoff, hilang dari rumahnya sehari yang lalu.”

“Bukan dia yang kau cari.”

“Maksudmu?”

“Kau tahu apa maksudku. Tapi baiklah, aku akan memberikan apa yang kau mau. Tapi ada bayarannya.”

“Sepuluh dolar,”

“Maaf. Harga itu masih kurang. Kau ingin memperpanjang nyawa gadis itu. Itu tidak murah.”

“Sepuluh dolar lima sen. Itu semua yang kupunya. Kau lihat aku pria miskin. Apa kau mau menukar dengan nyawaku. ”

“Nyawa? Aku tertarik dengan hal lain. Bagaimana dengan Liontin ini.”

Dia mencoba meraih liontin yang tergantung di leher Karpov..

“Maaf, aku tidak berniat menukarkannya. Ini hanya liontin tua.”

“Sebenarnya akan lebih mudah jika kau mau menukarnya. Benda ini nilainya lumayan setara dengan informasi yang kuberikan. Liontin ini penuh dengan goresan dan coretan. Kau benar ini hanya liontin tua, untuk apa mempertahankannya... Tapi aku tidak akan memaksa.”

Karpov menghela nafas panjang. Sebelum akhirnya berbicara...
"Tidak, aku masih punya sesuatu yang lebih menarik!"



Di luar masih hujan.

Segera sang Detektif melajukan mobil ke tempat persembunyian Polnareff. Menyelinap di gubuk tua persembunyiannya. Penjahat itu tidak sadar, ketika Karpov melewati pagar dan menyelinap ke pintu depan. Karpov segera mendobraknya. Begitu melihat Karpov, penjahat itu lari ke belakang. Langkah Karpov sempat terhenti untuk melepaskan gadis yang diikat oleh bajingan itu. Gadis itu baik-baik saja untung saja.

Karpov mengejarnya, sampai ke halaman. Beberapa tembakan membuat suasana daerah pinggiran itu ramai. Suara pistol terdengar seperti guntur yang teredam hujan. Dia terjatuh di jalan, tangannya memegang lututnya yang berdarah.

“Dari mana kau tahu tempat persembunyianku.”

“Seseorang memberitahuku. Dengan bayaran yang amat mahal.”

“Ka.. kau ingin membunuhku.”

Karpov menggerakkan jemarinya, namun tertahan di pelatuk.

“Ada apa?”

Karpov masih diam

“Ada apa? Kau tak ingin membunuhku. Kenapa kau jadi pengecut Detektif. Apa kau sudah lupa dengan apa yang kulakukan pada asistenmu Claudia.”

Masih membeku.

“Ini yang telah lama kau tunggu, mau apa lagi?”

“Biar polisi yang menangani semua ini Polnareff.”

Sang detektif menghembuskan napas panjang. Kini dia tidak bisa membunuhnya. Dia telah menukar hal paling berharga yang terus membuatnya hidup selama ini. Hal yang telah mengisi kekosongan dalam hidupnya. Hal itu adalah rasa Dendam.

Di belakang gadis yang telah dilepaskan ikatannya muncul. Dia kaget.

“Persetan Detektif,” Polnareff mengeluarkan pistol cadangannya.

Karpov masih tidak bisa menembak Polnareff. Tiba-tiba di saat-saat terakhir sebuah mobil bergerak cepat melindas penjahat itu. Menyeretnya beberapa meter dan mengoyak tubuhnya dalam hujan. Pengendaranya keluar dan segera berteriak nyaris pingsan. Jalanan berubah jadi merah, segera dihapus oleh hujan.

Tidak ada rasa puas, tidak ada rasa benci.

Yang ada hanya hampa.
_

Polisi berdatangan dari berbagai penjuru. Semuanya mengerubungi TKP, menenangkan pengemudi dan gadis yang diculik. Sekarang hujan mulai mereda. Semua sudah terjadi, Polnareff telah mati, Karpov tidak bisa membunuhnya. Setidaknya kejahatannya sudah sedikit terbayar. Perlahan rasa kosong itu terasa lebih kuat. Rasa kosong yang sebenarnya telah lama dia kenal. Mungkin lebih baik demikian.

Dia mengambil rokok yang di dapat dari Ecnahc Dnoces. Dia meraba jasnya mencari korek api, dia tidak menemukannya. Yang ada hanyalah kartu dari Ecnahc Dnoces.

“Untuk rokoknya bayarannya adalah korek apimu. – Datang lagi ya.”

“Dasar Sialan! Untuk apa rokok tanpa Korek.”


ARC BERAKHIR
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html