Jepang, 14 April 1995...
Disana pemuda kurus itu berdiri tegap. Sepertinya, dia sedang kebingungan. Otaknya benar-benar telah kehabisan akal. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja dia berada di tempat gelap. Selain gelap juga tak ada apa-apa disana. Kosong, begitu hampa Masih ada satu keanehan lainnya. Meski gelap, tapi kenapa dia masih saja bisa melihat tangannya?
Sebelum akhirnya, otaknya bisa menjawab kejadian tak masuk akal tadi. Dia dikejutkan lagi oleh seberkas cahaya putih. Lalu, seberkas cahaya itu perlahan-lahan berubah menjadi air terjun. Pohon-pohon juga mulai tumbuh cepat disana. Suara kicauan burung mulai terdengar. Cahaya dihadapan air terjun juga muncul. Perlahan-lahan berubah menjadi seorang wanita.
“Hai, kemarilah. Bermainlah denganku. Aku begitu merindukanmu.” sapa gadis itu dengan lembut.
“Sepertinya, aku mengenalmu. Tapi, siapa kau?” teriak lelaki kurus itu sambil berlari dan terus mendekat.
Dia begitu penasaran apa sebenarnya yang terjadi. Bahkan, dia merasa tak pernah mengenal wanita itu. Dia terus saja berlari dan berlari. Semakin dekat dan semakin dekat. Membuatnya ingat akan mantan pacarnya. Belum lagi, wanita itu memakai pakaian putih. Putih menjadi warna kesukaan mantan pacarnya sejak dahulu. Hal itu membuatnya semakin yakin.
“Are, Apa kau telah melupakanku? Apa kau tidak ingat ini?” Kata wanita itu sambil menunjukan selembar daun.
“Hinami, jadi ini benar-benar kau?” Kata lelaki itu..
Sesaat kemudian, dia telah berada dibelakang wanita yang bernama Hinami. Begitulah, yang terlintas di pikirannya. Nafasnya memburu liar dan perlahan-lahan kembali normal. Tubuhnya yang semula merunduk. Kini, dia tegapkan kembali.
“Ya, begitulah, Jun” Kata Hinami sambil berbalik badan dan tersenyum.
“Hinami” kata Jun dengan mata berkaca-kaca.
Mereka berdua kini tlah berpelukan, hal itu memang sudah tak dapat dihindari lagi. Jun mulai mengeluarkan tangisnya. Begitu lama, dia menantikan hal seperti ini terjadi. Walaupun dia tahu keinginannya, mustahil untuk di capai. Bahkan, kalaupun dia berdoa pagi hingga malam. Itu semua tidak akan terkabulkan.
“Ano ne... Sudah lama, kita tak bertemu. Semenjak kejadian hari itu.” Kata Hinami mulai terisak-isak.
“Sudahlah, aku tak ingin membahas kejadian itu.” Kata Jun sambil melepaskan pelukkannya, tangannya berusaha menghapus air matanya.
“Benar, kalau di ingat-ingat kejadian itu begitu memilukan. Sekarang bagaimana? Kalau kita mencari tempat untuk bercerita-cerita tentang pengalaman kita.”
“Ide yang bagus bagaimana kalau dibawah pohon Sakura itu saja.” Tunjuk Jun.
“Baiklah, aku setuju” Kata Hinami tersenyum dan lalu menghapus air matanya.
Mereka mulai melangkah menuju pohon besar itu. Mereka tak banyak berbicara. Hanya sesekali menebarkan senyum. Sesekali juga mereka menukar pandang. Terkadang mereka hanya melihat sekitar. Menikmati derunya suara air terjun. Suara gesekan daun dan angin. Rumput yang bergoyang. Awan cerah yang begitu biru.
“Ah sudah, sampai” Kata Jun memecah keheningan diantara mereka.
Hinami hanya tersenyum memandang Jun. Mereka lalu membaringkan tubuh mereka diatas rerumputan. Mereka saling memandang.
“Daritadi, aku penasaran. Bagaimana bisa kau bertemu aku? Padahal aku ini sudah meninggal” Kata Hinami penuh tanya.
“Sebenarnya aku bingung harus menjelaskan darimana?” Kata Jun sambil mengaruk-garuk kepalanya.
“Jelaskan saja dari awal kita mengalami kecelakan pada waktu itu.” Saran Hinami.
“Baiklah”.
* * *
Beberapa bulan sesudah Hinami dimakamkan. Jun berjalan sendirian sambil menundukkan kepala. Tampangnya begitu lemas dan lesu. Setelah beberapa bulan ini mengalami Insomnia yang tak bis aia jelaskan. Sebenarnya bukan itu yang menjadi masalah. Dia tidak terima saja akan kenyataan ini. Dia tidak percaya, tahunnya yang dulunya dijalani dengan sukacita. Kini harus dijalankan sendiri. Tanpa, siapa-sipapun yang menyemangati.
“Kini hidupku sebatang kara. Setelah di tinggal Ibu dan Ayah. Kini, aku di tinggal Hinami.” Keluh Jun di dalam hati.
Dia terus saja menahan sedih. Setibanya dia di taman, tempat dimana ia membuat banyak kenangan didalam memorinya. Dia duduk di kursi, dimana tempatnya sepi. Disana, setiap senja dia habiskan waktu untuk menangis. Terkadang juga mengutuk Takdir. Kadang-kadang pula hanya diam merenung.
Sampai suatu hari, dia menemukan sebuah brosur aneh. 'Ecnahc Dnoces' tertulis dalam huruf kapital dengan ukuran besar. Dia tak mempermasalahkan judul brosur itu. Tapi ia sangat tertarik dengan isi brosur itu. Bahkan ia tak sedikit pun bertanya tentang darimana brosur itu.
Ecnahc Dnoces
“Apapun keinginan anda pasti bisa tercapai. Asalkan pertukarannya setara”
Slogan Ecnahc Dnoces.
Brosur singkat yang memang agak memusingkan. Tapi, Jun tak mau mengambil pusing . Padahal hanya niat untuk pergi ke tempat itu. Tiba-tiba saja semua pandangannya menjadi memutih. Tak sampai hitungan detik, lingkungan disekitarnya berubah menjadi sebuah tempat yang familiar dengan toko barang antik, atau mungkin tidak. Karena memang jelas seperti ruangan antah berantah yang dipenuhi benda-benda aneh. Tapi semua itu tak lantas membuat Jun tertarik. Dia hanya ingin satu bertemu dengan Hinami.
Beberapa saat kemudian muncul seorang wanita cantik yang mengaku sebagai Asisten manager. Jun hanya mengiyakan karena dia tak sabar lagi ingin mengapai satu keinginannya. Dari tadi ubun-ubunnya dipenuhi oleh Hinami.
“Ayo, ikutlah denganku.” Kata wanita itu, yang baru saja ia ketahui namanya adalah Visha.
“Oh, jadi begitukah. Keinginan mu ingin bertemu dengan Hinami. Oops, ternyata dia sudah meninggal.” Kata Visha..
Jun merasa heran. Entah kenapa wanita itu bisa mengetahui keinginannya. Padahal ia ingat ia belum mengatakannya sama sekali.
“Ah, ya silakan isi formulirnya di meja sana. Lalu berikan lagi kepadaku.”
Jun mengganguk dan ikut berbaris dengan rapi. Bisik-bisikan pelanggan yang lain, membuat Jun tahu kalau Visha itu menyeramkan. Ah, maksudnya cepat marah. Walaupun sebenarnya dia tak sabar lagi dan ingin menerobos. Setelah beberapa menunggu, diapun mengisi forlmulir dengan pena berbentuk aneh. Lalu, menyerahkannya kepada Visha.
“Silakan duduk di ruang tunggu.” Kata Visha.
Sekali lagi Jun hanya mengangguk dan menaati perintah Visha.
“Tanaka Jun! ” Kata Visha memanggil nama lengkap Jun.
Jun langsung menuju ke meja resepsionis. Disana, Jun menemui seorang lelaki tampan dengan wajah datar. Dengan sifat yang agak aneh pula. Pria itu sama sekali tak perduli pada pelanggan. Begitulah kira-kira sifat anehnya menurut pemikiran Jun. Xeon, namanya. Begitulah, yang di lihat Jun pada tanda pengenal Xeon.
“Kau menginginkan bertemu dengan kekasihmu yang telah meninggal, walaupun hanya sebentarka?.” Tanya Xeon dengan suara datar.
“Ya.”
“Apakah kau bersedia untuk menukar bakatmu, satu bakatmu artinya kau bisa bertemu dengan kekasihmu hanya lima belas menit.Jadi berapa bakat yang ingin kau tukar?”
“Aku memiliki sekitar delapan bakat. Jadi, aku ingin dua jam.”
“Baiklah, tutup matamu. dan kalian akan bertemu di Meeting Forest”
* * *
“Begitulah kira-kira ceritanya.” Kata Jun.
“Apakah kau tidak menyesal telah membuang bakatmu hanya itu aku?" Tanya Hinami.
“Tidak. Sama sekali tidak. Karena bakat hanyalah salah satu perantara untuk mencapai impian. Tak punya bakat bukan berati tak bisa mencapai impian itu. Karena untuk mencapai sesuatu impian kita memiliki perantara lain yaitu usaha. Satu bakat hilang artinya kita harus berusaha lebih keras daripada sebelum kita mempunyai bakat.”
“Hmmm... rasanya kamu sudah dewasa. Baiklah kurasa waktu kita tidak banyak lagi. Bagaimana kalau kita bermain-main?” Kata Hinami semangat.
“Main? Apa?”.
“Memainkan musik dari daun ini.”
“Tentu.” Jawab Jun mengacungkan jempol.
Mereka lalu memainkan musik dari daun itu. Terkadang mereka bermain kejar-kejaran. Juga terkadang siram-menyiram air. Sesaat kemudian merekapun duduk dibawah pohon Sakura lagi. Sambil bercerita-cerita tentang Kenangan. Tetapi, tidak termasuk kedalam kenangan yang suram.
1 jam lebih 30 menit sudah berlalu...
Tiba-tiba, tubuh Hinami mulai memancarkan sinar terang. Begitupun dengan lingkungan disekitar mereka. Pohon-pohon mulai menghilang. Suara burung dan angin mulai terdengar lirih.
“Sepertinya, waktunya telah tiba.” Kata Hinami. “Selamat tinggal, Jun. Jangan tangisi aku lagi. Karena kehidupan akan tetap berjalan walau tanpa atau hadirnya diriku disisimu.”
Hinami mulai tersenyum dan menahan sedih. Jun membalas senyumnya dengan senyum. Namun seberapa baikpun ia mencoba terus tersenyum, air mata tetap saja keluar
“Selamat tinggal, Hinami. Semoga kau bahagia disana.” Teriak Jun.
"Kamu juga, semoga bahagia dengan kehidupan barumu." Hinami membalas dengan tersenyum.
Merekapun saling bertukar senyum untuk yang terakhir kalinya.
______________________***_______________________
"Ahhh... Aku bingung, Xeon." kata Visha disela kesibukan.
"Soal Apa?" Xeon menyahutnya dengan singkat.
"Bukankah dulu kau pernah bilang bahwa kau tidak bisa menggapai dunia kematian? Tapi kenapa kau mampu membawa arwah gadis itu ke Meeting Forest?" tanya Visha dengan panjang lebar.
Xeon menoleh ke arah Visha, lalu berkata, "Mungkin kau memang harus tau. Arwah yang belum bisa di relakan, tidak boleh masuk ke Dunia sana. Jadi, dia menempatkan mereka di Meeting Forest. Tempat dimana orang mati menunggu untuk di ikhlaskan..."
Xeon berhenti sejenak, lalu melanjutkan...
"Tempat ini berada di antara dunia orang hidup dengan orang mati. Artinya, kekuatanku masih bisa menggapai arwahnya selama arwah itu masih belum di genggam oleh-NYA. Begitulah."
"Oh, jadi seperti itu ya." Visha mengangguk mengerti, "Eh, ngomong-ngomong yang kau maksud 'NYA' itu siapa?"
"Ah... dia ya. Dia adalah makhluk yang tidak senang dengan keberadaan kita. Para entitas abadi. Dialah yang manusia sebut dengan sang KEMATIAN." jelas Xeon dengan suara datar.
Mendengarnya, Visha tampak sedikit terkejut. Kemudian mereka melanjutkan pekerjaan.
Mendengarnya, Visha tampak sedikit terkejut. Kemudian mereka melanjutkan pekerjaan.
ARC BERAKHIR
Ngeri juga dunia mereka, jadi kebayang yang tidak-tidak. Hehe
ReplyDeleteini baru awal untuk dibilang ngeri kak :)
Deletejadi gadis itu belum saatnya untuk mati , menunggu saatnya untuk benar2 mati
ReplyDeleteRuhnya belum bisa menuju dunia sana. Kasihan kak
Deleteya begitu yg bisa aku tangkap dr cerita ini
Deletekematian yang belum saatnya memang terkadang menjadi sangat mengerikan ketika dikisahkan kembali...berani nggak kalau saya ya?
ReplyDeleteBerani aja kak, demi cinta. wkwkwkw...
Delete